Salah satu upaya untuk melengkapi sumber belajar yang relevan dan bermakna guna meningkatkan mutu pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP), Direktorat Pembinaan SMP mengembangkan buku pelajaran untuk siswa kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX. Buku pelajaran ini disusun berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan berdasarkan kriteria buku pelajaran yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. (Direktur Pembinaan SMP)
Buku pelajaran sekolah merupakan salah satu elemen penunjang keberhasilan pendidikan. Namun harga buku pelajaran yang beredar di pasaran dirasakan sangat mahal dan susah dijangkau oleh beberapa kalangan, sehingga mereka pun enggan untuk berusaha untuk bisa memiliki buku-buku pelajaran tersebut, walaupun buku tersebut sangat penting.
Perubahan kurikulum yang sekarang dilaksanakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang menekankan partisipasi anak dalam pembelajaran menjadi nomor satu. Sehingga mereka dituntut untuk menggali sumber ilmu sebanyak-banyaknya secara mandiri, sedangkan guru hanya mengarahkan dan membimbing siswa untuk menggali sumber ilmu tersebut. Permasalahannya adalah kalau buku pelajaran tidak ada, padahal buku merupakan salah satu sumber pembelajaran, bagaimana siswa akan menggali sumber ilmu tersebut? Ketiadaan buku sebagai salah satu sumber pembelajaran, akan menimbulkan masalah baru dalam dunia pendidikan yang sudah menunutut guru dan siswa untuk mengubah cara pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM) sesuai tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sehingga cara-cara konvensional akan tetap dilakukan karena cara ini adalah cara yang paling mudah, akibatnya kemajuan keberhasilan pendidikan di Negara ini kembali menjadi lamban.
Saat ini sudah ada upaya dari pemerintah untuk memberikan buku-buku pelajaran ke sekolah-sekolah secara gratis, dan hal ini memang membantu sekolah untuk menyedikan buku pelajaran bagi siswa didik. Namun hal ini belum optimal, karena ketidaksesuaian antara buku bantuan dari pemerintah dengan jumlah siswa yang ada, sehingga kadang-kadang siswa harus rebutan atau bergantian untuk dapat menggunakan buku pelajaran tersebut. Atau bahkan buku tersebut tidak bisa kembali dipakai, karena struktur materi yang ada dalam buku-buku tersebut tidak sesuai dengan kurikulum yang sedang berlaku.
Selanjutnya ada lagi program Bantuan Operasional Sekolah untuk buku (BOS Buku). Hal ini pun memang sangat membantu, tetapi permasalahannya adalah hampir sama dengan yang pertama, yaitu ketidaksesuaian antara anggaran yang diberikan pemerintah dengan kebutuhan buku-buku pelajaran untuk setiap siswa, sehingga tidak semua buku pelajaran dapat disedikan oleh sekolah, hal ini membuat sekolah membuat skala prioritas untuk menyediakan buku pelajaran hanya untuk buku-buku pelajaran yang akan di Ujian Nasionalkan. Hal ini tentu kurang efektif karena pelajaran yang harus diikuti oleh siswa di sekolah tidak hanya mata pelajaran yang akan di Ujian Nasionalkan saja.
Program terbaru yang digulirkan oleh pemerintah untuk buku bantuan kepada sekolah adalah dengan membeli hak cipta beberapa buah buku pelajaran sekolah yang dikenal dengan Buku Sekolah Elektronik (BSE). Apakah program ini juga efektif? Untuk beberapa sekolah mungkin ini efektif, namun untuk sekolah yang lain belum tentu. Hal ini berkaitan dengan permasalahan siswa, guru atau sekolah untuk bisa mengakses buku tersebut. Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang harus diakses melalui internet menjadi suatu permasalahan yang masih besar untuk sekolah, terutama sekolah-sekolah yang ada di daerah, yang belum memiliki atau belum bisa mengakses internet. Penguasaan komputer yang masih minim dari seluruh civitas sekolah menjadi kendala besar bagi sebagaian sekolah, apalagi penguasaan internet yang memerlukan alat pendukung yang lain agar bisa mengaksesnya. Untuk sekolah-sekolah yang terletak di pedalaman atau daerah terpencil, mungkin hanya mimpi bisa mengakses internet, karena daerah mereka belum terjangkau oleh kemajuan teknologi tingkat tinggi yang bisa membantu mereka mengakses internet. Kalau pun ada sekolah yang sudah bisa dan memiliki akses internet, sekolah pun harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membayar jasa akses internet.
Biaya akses internet yang masih dirasa sulit dan mahal, tidak cukup bagi permasalah sekolah untuk bisa mengakses Buku Sekolah Elektronik (BSE). Kalaupun BSE ini sudah bisa di download, biaya untuk mencetak buku pun masih sangat mahal. Peralatan yang harus disediakan oleh siswa, guru atau sekolah harus dibeli dengan harga mahal, jadi kalau dihitung-hitung untuk mencetak satu buah buku pelajaran, ini akan melebihi harga beli dari sebuah buku yang di jual dipasaran.
Walaupun pemerintah memperbolehkan pengguna untuk mendownload, dan/atau mencetak file BSE serta menggandakan, memperdagangkan dengan ketentuan yang sudah ditetapkan, namun hal ini masih memerlukan biaya yang mahal, apalagi kalau buku ini digandakan dengan cara di fotocopy, ini akan melebihi harga jual sebuah buku pelajaran yang sama yang beredar di pasaran.
Jadi mungkinkah BSE ini bisa membantu siswa, guru atau sekolah untuk memenuhi kebutuhan penyediaan buku yang sangat diperlukan? Pemerintah mungkin harus mengkaji ulang agar pemanfaatan program ini bisa optimal. Salah satu cara adalah dengan memberikan seluruh fasilitas pendukung dan pelatihan kepada seluruh civitas akademik sekolah agar mulai terbisaa menggunakan internet, terutama untuk daerah-daerah yang terisolasi dari teknologi tingkat tinggi sebagai alat untuk bisa mengakses internet.
Penguasan dan pemanfaatan teknologi tingkat tinggi inilah yang sebenarnya sekarang ini diperlukan oleh seluruh civitas kademik sekolah. Sebab program BSE ini akan menjadi tidak merata pemanfaatannya kalau hanya sebagaian saja yang bisa memanfaatkan, dan mungkin program ini menjadi tidak berarti bagi sebagaian besar sekolah, terutama bagi sekolah-sekolah yang berada di daerah yang terpencil. Jadi upaya pemerataan keberhasilan pendidikan di negara tercinta ini tidak akan tercapai kalau hanya sebagaian saja yang dapat menikmati fasilitas yang digulirkan melalui program pemerintah, hal ini tentu akan mengganggu ketercapaian pembangunan nasional sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang.
Ditulis oleh Agus Nana Nuryana, S.Pd. (Pengajar Mata Pelajaran Matematika di MTs Negeri Karangnunggal Kab. Tasikmalaya).
Buku pelajaran sekolah merupakan salah satu elemen penunjang keberhasilan pendidikan. Namun harga buku pelajaran yang beredar di pasaran dirasakan sangat mahal dan susah dijangkau oleh beberapa kalangan, sehingga mereka pun enggan untuk berusaha untuk bisa memiliki buku-buku pelajaran tersebut, walaupun buku tersebut sangat penting.
Perubahan kurikulum yang sekarang dilaksanakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang menekankan partisipasi anak dalam pembelajaran menjadi nomor satu. Sehingga mereka dituntut untuk menggali sumber ilmu sebanyak-banyaknya secara mandiri, sedangkan guru hanya mengarahkan dan membimbing siswa untuk menggali sumber ilmu tersebut. Permasalahannya adalah kalau buku pelajaran tidak ada, padahal buku merupakan salah satu sumber pembelajaran, bagaimana siswa akan menggali sumber ilmu tersebut? Ketiadaan buku sebagai salah satu sumber pembelajaran, akan menimbulkan masalah baru dalam dunia pendidikan yang sudah menunutut guru dan siswa untuk mengubah cara pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM) sesuai tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sehingga cara-cara konvensional akan tetap dilakukan karena cara ini adalah cara yang paling mudah, akibatnya kemajuan keberhasilan pendidikan di Negara ini kembali menjadi lamban.
Saat ini sudah ada upaya dari pemerintah untuk memberikan buku-buku pelajaran ke sekolah-sekolah secara gratis, dan hal ini memang membantu sekolah untuk menyedikan buku pelajaran bagi siswa didik. Namun hal ini belum optimal, karena ketidaksesuaian antara buku bantuan dari pemerintah dengan jumlah siswa yang ada, sehingga kadang-kadang siswa harus rebutan atau bergantian untuk dapat menggunakan buku pelajaran tersebut. Atau bahkan buku tersebut tidak bisa kembali dipakai, karena struktur materi yang ada dalam buku-buku tersebut tidak sesuai dengan kurikulum yang sedang berlaku.
Selanjutnya ada lagi program Bantuan Operasional Sekolah untuk buku (BOS Buku). Hal ini pun memang sangat membantu, tetapi permasalahannya adalah hampir sama dengan yang pertama, yaitu ketidaksesuaian antara anggaran yang diberikan pemerintah dengan kebutuhan buku-buku pelajaran untuk setiap siswa, sehingga tidak semua buku pelajaran dapat disedikan oleh sekolah, hal ini membuat sekolah membuat skala prioritas untuk menyediakan buku pelajaran hanya untuk buku-buku pelajaran yang akan di Ujian Nasionalkan. Hal ini tentu kurang efektif karena pelajaran yang harus diikuti oleh siswa di sekolah tidak hanya mata pelajaran yang akan di Ujian Nasionalkan saja.
Program terbaru yang digulirkan oleh pemerintah untuk buku bantuan kepada sekolah adalah dengan membeli hak cipta beberapa buah buku pelajaran sekolah yang dikenal dengan Buku Sekolah Elektronik (BSE). Apakah program ini juga efektif? Untuk beberapa sekolah mungkin ini efektif, namun untuk sekolah yang lain belum tentu. Hal ini berkaitan dengan permasalahan siswa, guru atau sekolah untuk bisa mengakses buku tersebut. Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang harus diakses melalui internet menjadi suatu permasalahan yang masih besar untuk sekolah, terutama sekolah-sekolah yang ada di daerah, yang belum memiliki atau belum bisa mengakses internet. Penguasaan komputer yang masih minim dari seluruh civitas sekolah menjadi kendala besar bagi sebagaian sekolah, apalagi penguasaan internet yang memerlukan alat pendukung yang lain agar bisa mengaksesnya. Untuk sekolah-sekolah yang terletak di pedalaman atau daerah terpencil, mungkin hanya mimpi bisa mengakses internet, karena daerah mereka belum terjangkau oleh kemajuan teknologi tingkat tinggi yang bisa membantu mereka mengakses internet. Kalau pun ada sekolah yang sudah bisa dan memiliki akses internet, sekolah pun harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membayar jasa akses internet.
Biaya akses internet yang masih dirasa sulit dan mahal, tidak cukup bagi permasalah sekolah untuk bisa mengakses Buku Sekolah Elektronik (BSE). Kalaupun BSE ini sudah bisa di download, biaya untuk mencetak buku pun masih sangat mahal. Peralatan yang harus disediakan oleh siswa, guru atau sekolah harus dibeli dengan harga mahal, jadi kalau dihitung-hitung untuk mencetak satu buah buku pelajaran, ini akan melebihi harga beli dari sebuah buku yang di jual dipasaran.
Walaupun pemerintah memperbolehkan pengguna untuk mendownload, dan/atau mencetak file BSE serta menggandakan, memperdagangkan dengan ketentuan yang sudah ditetapkan, namun hal ini masih memerlukan biaya yang mahal, apalagi kalau buku ini digandakan dengan cara di fotocopy, ini akan melebihi harga jual sebuah buku pelajaran yang sama yang beredar di pasaran.
Jadi mungkinkah BSE ini bisa membantu siswa, guru atau sekolah untuk memenuhi kebutuhan penyediaan buku yang sangat diperlukan? Pemerintah mungkin harus mengkaji ulang agar pemanfaatan program ini bisa optimal. Salah satu cara adalah dengan memberikan seluruh fasilitas pendukung dan pelatihan kepada seluruh civitas akademik sekolah agar mulai terbisaa menggunakan internet, terutama untuk daerah-daerah yang terisolasi dari teknologi tingkat tinggi sebagai alat untuk bisa mengakses internet.
Penguasan dan pemanfaatan teknologi tingkat tinggi inilah yang sebenarnya sekarang ini diperlukan oleh seluruh civitas kademik sekolah. Sebab program BSE ini akan menjadi tidak merata pemanfaatannya kalau hanya sebagaian saja yang bisa memanfaatkan, dan mungkin program ini menjadi tidak berarti bagi sebagaian besar sekolah, terutama bagi sekolah-sekolah yang berada di daerah yang terpencil. Jadi upaya pemerataan keberhasilan pendidikan di negara tercinta ini tidak akan tercapai kalau hanya sebagaian saja yang dapat menikmati fasilitas yang digulirkan melalui program pemerintah, hal ini tentu akan mengganggu ketercapaian pembangunan nasional sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang.
Ditulis oleh Agus Nana Nuryana, S.Pd. (Pengajar Mata Pelajaran Matematika di MTs Negeri Karangnunggal Kab. Tasikmalaya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar